APA PERLU KITA MENGHITUNG SECARA MATEMATIKA BERAPA PERSEN KITA HARUS BER-DANA PUNIA ?


Sering kita mendengar tetangga kita yang mengatakan wajib bersedekah 2,5% dari pendapatannya. Seperti kebakaran jenggot, kitapun mencoba mengotak-atik berapa persen kita harus berdana-punia, seperti tetangga kita, seakan-akan kita kurang percaya diri dengan ajaran yang ada dalam sastra kita yang mengatakan bahwa dana-punia dasar utama adalah tulus ikhlas. Munculnya angka 2,5% di tetangga kita itu konon tidak muncul “nyelebongkot” alias begitu saja dalam satu ayat, tapi hasil menggabungkan beberapa ayat, itu konon. Nah jika kita berbawa oleh tetangga kita, agar memunculkan angka berapa kewajiban kita harus berdana-punia maka sangatlah mudah. Dalam sastra sangat kaya akan pengetahuan, maka dengan mudah kita menemukan berapa persen kita harus berdana-punia. Namun yang perlu diingat bukanlah angka tersebut yang semata-mata menjadi acuan berdana-punia, karena kita sudah punya acuan baku yaitu unsur “lascarya” yang paling utama.

Mari kita mencoba mengotak-atik sloka-sloka untuk menemukan angka berapa persen kita harus berdana-punia.

Sarasamuscaya 261 :
Lawan tepakaning mangarjana, makapagwanang dharmata ya, ikang dana antukning mangarjana, yatika patelun, sadhana ring telu, kayatna akena.
Artinya :
Dan caranya berusaha memperoleh sesuatu hendaknya berdasarkan dharma, dana yang diperoleh karena usaha, hendaklah dibagi tiga, guna mencapai yang tiga itu, perhatikanlah itu baik-baik.

Sarasamuscaya 262 :
Niham kramanyan pinatelu ikang sabhaga, sadhana ri kasiddhaning dharma, ikang kaping rwaning bhaga sadhana ri kasiddhaning kama ika, ikang kaping tiga sadhana ri kasiddhaning artha ika, wrddhyakena muwah, mangkana kramanyan pinatiga, denika sang mahyun manggih akenang hayu.
Artinya :
Demikianlah hakekatnya maka dibagi tiga hasil usaha itu, yang satu bagian guna biaya mencapai dharma, bagian yang kedua adalah biaya untuk memenuhi kama, bagian yang ketiga diperuntukkan bagi usaha dibidang artha (ekonomi), agar berkembang kembali. Demikian hakekatnya, maka dibagi tiga oleh orang yang ingin memperoleh kebahagian.

Dari sloka tersebut kita dihimbau, jika ingin hidup kita bahagia maka hendaknya mengatur keuangan keluarga dengan baik. Penghasilan kita setiap bulan hendaknya dibagi 3 : sepertiga untuk kebutuhan Dharma, sepertiga untuk kebutuhan Kama dan seperti lagi untuk kebutuhan Artha.
Berdana-punia itu termasuk dalam perbuatan Dharma. Apakah hanya berdana-puna saja yang termasuk perbuatan Dharma? Ternyata tidak, mari kita coba lihat Sloka Wraspati Tattwa Sloka 25 :
Sila ngaraning mangraksacara rahayu, yajna ngaraning manghanaken homa, tapa ngaraning amati indriya-nya, tan wineh ring wisaya-nya. Danapunia  ngaraning weweh,  prawrajya ngaraning wiku, anasaka/bhiksu ngaraning diksita, yoga ngaraning magawe samadhi. Nahan pratyeka ning dharma ngaranya.
Artinya:
Sila artinya melakukan perbuatan baik, Yadnya artinya melaksanakan pemujaan api, Tapa artinya melakukan Tapa Brata, Danapunia  artinya memberi sumbangan secara ikhlas, Prawrajya artinya  wiku, Anasaka/Bhiksu artinya meninggalkan keluarga dan hidup dari sedekah , Yoga artinya melakukan meditasi. Itulah yang disebut perbuatan Dharma.
Penjelasan :
Perbuatan Dharma itu terdari dari 7 kegiatan yaitu : Sila, Yadnya, Tapa, Danapunia, Prawrajya, Anasaka/Bhiksu dan Yoga.
Jika kita menghitung secara matematika maka akan dapat kita temukan angka sbb :
Dana Punia = 1/3 x 1/7 =1/21 atau 4,56%
Sesungguhnya angka 4,56% itu bukanlah nilai mutlak, karena 7 item dari perbuatan Dharma tersebut selalu berubah-ubah. Jika besarnya Yadnya naik maka yang lain harus diturunkan, atau jika Dana Punia dinaikkan, maka bagian lain harus ada yang diturunkan, sehingga bagian Dharma tetap besarnya 1/3.

Demikian sedikit pemikiran jika kita ingin mendapat nilai berupa angka, seperti halnya  tetangga kita. Padahal sesungguhnya tulus ikhlas adalah dasar utama dalam berdana-punia. Namun demikian tulisan ini hanya sekedar ingin memenuhi permintaan para kawula muda yang umumnya berada diperantau yang dalam tanpa petik “pengaruh tetangga cukup kencang”.  (Titut Budiartha)

SHARE ON:

    Blogger Comment
Comments
0 Comments

0 comments :

Post a Comment