JIKA BEKERJA TANPA PAMRIH? BAGAIMANA KITA MENGHIDUPI KELUARGA?
Sungguh sangat banyak Sloka dalam sastra
Weda yang menyebutkan, jika kita ingin mendapat pahala yang baik hendaknya kita
hidup tanpa pamrih,. Sesungguhnya apa
yang dimaksud “tanpa pamrih” itu ? Pamrih diartikan sebagai mengharapkan
sesuatu, tanpa pamrih berarti tidak
mengharapkan sesuatu. Jika kita bekerja tidak mengharapkan sesuatu atau hasil (tanpa pamrih), bagaimana dengan
pemenuhan kebutuhan keluarga kita? Atau Sloka-sloka tersebut hanya diperuntukan
kepada tingkat Asrama tertentu dalam
Catur Asrama. Atau Sloka tersebut
sengaja dibuat untuk memotivasi kita agar mau melaksanakan perintah Agama yang
selanjutkan akan mampu mencapai tujuan Agama kita yaitu Moksartam Jagadhita Ya
Ca Iti Dharma?
Atau yang dimaksud tanpa pamrih itu adalah
tidak boleh mengharapkan sesuatu yang berlebihan, namun jika mengharapkan
sesuatu yang sepantasnya masih
dibolehkan? Saya pernah mendengar orang
berkata : “Tidak usah pamrih, toh
gaji kita itu sudah ada yang ngatur”. Bukankah dengan mengarapkan gaji saja
sesungguhnya kita sudah pamrih?
Jika kita membaca Sloka suci Weda,
hendaknya jangan sepotong-sepotong. Karena mungkin saja pada sloka lanjutannya
masih mempunyai kaitan dengan sloka di atasnya.
Saya yakin bahwa “tanpa pamrih” yang dimaksud dalam sloka-sloka suci Weda adalah
merupakan suatu cita-cita tertinggi, jika kita mampu melakukannya maka akan
mendapat pahala tertinggi juga. Bagi orang-orang yang berada pada tingkatan
Grehasta Asrama, seperti kita-kita ini rasanya sangat sulit untuk menjalankan
kehidupan tanpa pamrih ini, karena
kita masih memerlukan berbagai kebutuhan untuk anak-sitri dan keluarga. Walapun
demikian harus juga ada batasannya bahwa pamrih
yang kita jalankan pada masa Grehasta tetap berdasarkan jalan Dharma. Semua
hasil yang kita peroleh hendaknya dari jalan kebenaran. Ini akan lebih mudah
untuk kita laksanakan jika dibandingkan dengan “tanpa pamrih”
Diantara sekian banyak sloka dalam
Bhagawad Gita maupun dalam kitab yang lain, yang mengharapkan kita untuk hidup tanpa pamrih, namun masih ada sloka yang
memberi peluang untuk kita pamrih
dalam batasan tertentu :
Catur-vidha bhajante mam
Janah sukrtino’rjuna
Ato jijnasur arthathi
Jnani ca bharatarsabha
(Bhagawad Gita VII.16)
Artinya
Ada 4 macam orang yang baik hati
memujaKu, wahai Arjuna. Yaitu mereka yang sengsara atau menderita, mereka yang
mengejar ilmu, mereka yang mengejar artha dan mereka yang mereka yang berbudi
luhur.
Jika kita lanjut baca pada penjelasan
sloka tersebut dan mengacu kepada bukunya Pak Titib yang berjudul Tri Sandya,
Sembahyang dan Berdoa, maka orang yang disebut baik hati dalam sloka BG VII.16
adalah orang menghadap kepadaNya, baik orang itu dalam tujuan mengejar artha, atau dalam tujuan mengejar ilmu pengetahuan, atau yang sedang sengsara ingin terlepas dari kesengsaraannya,
dan orang yang memang berbudi luhur
tanpa ada maksud tertentu
Penjelasan dari Sloka Bhagawad Gita
VII.16 :
- Arthathi yaitu orang yang mengejar artha, datang menghadapNya, sudah tentu dalam doanya akan memohon artha
- Arthah yaitu orang yang sengsara, datang menghadapNya tentu untuk memohon terhindar dari kesengsaraan
- Jijnasur yaitu orang yang mengejar pengetahuan, akan menghadap kepadaNya untuk memohon agar menjadi orang pintar
- Jnani yaitu orang yang bijaksana (tanpa mengharapkan sesuatu), hanya tipe seperti yang hadir menghadapNya tanpa memohon sesuatu.
Keempat jenis orang tersebut di atas itu
dianggap orang yang baik, karena masih mau menghadapNya walaupun masih ada
unsur pamrih nya. Orang yang dianggap
tidak baik adalah orang yang tidak mau hadir menghadapNya.
Jadi kesimpulannya, pamrih diijinkan dalam batas-batas tertentu. Namun yang terbaik
adalah orang yang bijaksana tanpa mengharapkan sesuatu (Bhagawab Gita VII.17)
(Titut Budiartha)
Blogger Comment